DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
KELOMPOK 10
REZAVIRGUSTIAN ( 012.01.2703 )
SATRIA IMANUDIN ( 012.01.2720 )
SEILA SYAFITRI ( 012.01.2721)
SITI MARIATI ( 012.01.2722 )
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)
MATARAM
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E. Atas berkat dan rahmatnya makalah tentang asuhan keperawatan gangguan hubungan sosial ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pembaca yang budiman dan harapan kami atas selesainya makalah ini tak lain adalah agar para pembaca mendapatkan pengetahuan yang baru dan informasi yang lebih luas khususnya tentang asuhan keperawatan gangguan hubungan sosial.
kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang kami miliki dalam menyusun makalah ini, masih banyak kekurangan, kelemahan, dan ketidak sempurnaannya, baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………..
B. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………..
C. Manfat Penulisan………………………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian…………………………………
B. Rentang respon sosial …………………………………………………
C. Penyebab ……………………………………….
D. Tanda dan gejala ……………………………………………
E. Mekanisme koping………………………………………
F. Masalah keperawatan………………………………………
G. Komplikasi........................................................................
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
A. Pengkajian…………………………………………………………………….
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….
C. Intervensi Keperawatan………………………………………………………
D. Implementasi Keperawatan…………………………………………………..
E. Evaluasi……………………………………………………………………….
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..….
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun prilaku. Di Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa.
Klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya tidak hanya mengalami masalah fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak berguna disertai keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasa kekhawatiran dan ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi gengan kurangnya waktu petugas kesehatan ( perawat dan dokter ) untuk mengonfirmasikan kondisi klien kepada anggota keluarga klien. Klien dan keluarga sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberi informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih ansietas, takut, marah, prestasi, tidak berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa klien adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara komperhensif kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera mungkin dapat berperan serta sehingga “self-care” (perawatan diri) dan “family support” (dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan rehabilitatif (pemulihan keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), kuratif, promotif (seluruh kerja dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu aspek yang dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan gangguan hubungan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. Tujuan khusus :
a) Mampu menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
b) Mampu menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
c) Mampu menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
d) Mampu menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
e) Mampu mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
f) Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial.
D. MANFAAT
Dapat mengetahui penjelasan mengenai pada gangguan hubungan sosial yang meliputi Definisi, etiologi, faktor predisposisi, faktor presipitasi, Manifestasi Klinis, Patofisiologi ( Pohon Masalah), Pencegahan dan Pengobatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial. Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan yaitu hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Individu tidak mampu memenuhi kebutuhan tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungaN interpersonal (Teguh, 2009)
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998) dan ada juga pendapat yang mengemukakan bahwa isolasi social merupakan pengabaian hubungan interpersonal, Individu tidak mempunyai keinginan untuk berinteraksi sosial dan lebih senang melakukan aktivitas soliter/menyendiri (Copel, 2007)
Isolasi sosial adalah terjadinya pemutusan proses hubungan terkait erat dengan dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan kurangnya peran serta respon lingkungan yang negatif. Kondisi dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindari dari orang lain (rasa tidak percaya dengan orang lain). Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga pasien jadi pasif dan berkepribadian kaku,pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri,semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998)
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan berpartisipasi dalam kuantitas dan kualitas tidak efektif dari pertukaran sosial. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif atau mengancam dirinya (Townsend, 2011)
Penarikan diri (withdrawl) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung/ isolasi sosial (Depkes, 1989).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikiran dan perasaannya (Rawlins, 1993).
Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan berinteraksi secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian berusaha untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman dengan berbagai respon. Respon yang terjadi dapat berada pada rentang adaptif sampai maladaptif (Stuart, 2006).
B. Rentang Respon Sosial
Rentang Respon Sosial
Respon adaptif ResponMaladaptif
Solitut Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan
Sumber : (Stuart, 2006)
Keterangan dari rentang respon sosial
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh norma masyarakat. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respon ini meliputi :
1. Solitude (menyendiri)
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
2. Autonomy atau otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Mutuality atau kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Interdependen atau saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan, saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik Diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.
7. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa kepada orang lain.
8. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman, dan miskin penilaian.
9. Narsisisme
Respon sosial ditandai dengan Individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapat penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
10. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
C. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat menciderai diri sendiri (Carpenito, 2006). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya menarik diri, adapun faktor tersebut antara lain:
1. Factor predisposisi
Faktor predisposisi pada gangguan isolasi sosial menarik diri yaitu (Teguh, 2009):
a. Faktor perkembangan
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya
b. Faktor Biologis
Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbic di duga menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia terdapat gambaran struktur otak yang abnormal: otak atrofi, perubahan ukuran dan bentuk sel limbic di daerah kortikal.
c. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada klien lansia, cacat, dan penyakit kronis yang disingkirkan dari lingkungan.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
2. Faktor Presipitasi
a.stressor sosial budaya
Adalah stress yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
b. Stressor Psikologis
Adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.
D. Tanda Dan Gejala
Isolasi sosial yaitu menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut : sedih,afek tumpul, menjadi tidak komunikatif, kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus, asyik dengan pikirannya sendiri, disfungsi interaksi dengan teman sebaya, keluarga, atau orang lain (Townsend, 1998)
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi ansietas yang sering digunakan adalah regresi, represi, dan isolasi. Individu yang mempunyai respon sosial maladaptif berupaya menggunakan berbagai mekanisme koping yang berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubungan :
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial yaitu proyeksi, splitting ( pemisahan ), merendahkan orang lain.
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian yaitu splitting ( pemisahan ), formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain, dan identifikasi proyektif (Stuart, 2006).
F. Masalah Keperawatan (Keliat, 2009)
a. Kerusakan interaksi sosial
b. Tidak efektifnya koping individu
c. Potensial kambuh kembali penyakitnya
d. Kurangnya perawatan diri
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
f. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
halusinasi
POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
E. Komplikasi
a. kebutuhan fisiologi dan biologis
· nutrisi : menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
· istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan, dan gelisah menyebabkan gangguan tidur
· eleminasi : kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan konstipasi
· aktivitas sehari –hari : keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
· seksual : sulit mengekspresikan keinginan membina hubungan lawan jenis
b. Kebutuhan rasa aman
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulakn adalah gangguan rasa aman.
c. Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.
d. Kebutuhuan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi, dan tidak berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri..
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien denga gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data subjektif dapat ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data objektif akan timbul adalah klien terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain, klien terlihat mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak mata kurang.
1. Faktor penyebab ( predisposisi )
a. Faktor perkembangan.Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis.aktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dallam perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
c. Faktor sosiokultural. Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok mayotritas. Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
2. Faktor pencetus ( presipitasi )
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor pencetus dapat digolongkan dalam katagori :
a. stresor sosiokultural (Stres dapat ditimbulkan oleh Menurunnya stabilitas unit keluarga,Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya).
b. Stresor psikoligis (ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk mengetahui kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi)
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal. Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
4. Status mental
a) Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien selama wawancara.
b) Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
c) Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
d) Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
e) Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
f) Psiko sosial spiritual
· Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
· Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
· Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
C. Perencanaan keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
a) Tujuan jangka panjang
· Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
b) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
· Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
· Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok
c) Kriteria hasil
Dalam satu minggu:
· Klien mau berkenalan dengan perawat
· Klien mau tersenyum dengan perawat
· Klien mau menyapa dan disapa
· Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social
· Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
· Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
· Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
a)Tujuan jangka panjang
· Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
b)Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya
· Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif
· Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah
c)Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
· Klien mau mengenal perawat
· Klien mau disapa dan menyapa
· Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat: menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
· Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif: pengetahuan klien akan meningkat.
· Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
· Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
a) Tujuan jangka panjang
Penyakit klien tidak kambuh lagi.
b) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya
· Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
· Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapetik bertambah.
c) Kriteria evaluasi.
Dalam waktu satu minggu:
· Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
· Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
· Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
· Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga: agar terbina hubungan saling percaya.
· Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh: dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
· Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
1) Tujuan jangka panjang
· Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya.
· Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
· Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
· Klien berminat untuk makan.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
· Klien mau berkenalan
· Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
· Porsi makan yang disediakan habis.
· Berat badan klien bertambah.
4) Intervensi and rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya: untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga klien mampu mengungkapkan perasaannya.
· Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
· Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien untuk makan.
· Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien makan makanan tersebut.
· Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
a) Tujuan jangka panjang
· Harga diri klien meningkat.
b) Tujuan jangka pendek
· Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
· Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
· Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
· Rasa percaya diri klien meningkat.
c) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu
· Klien mau mengenal perawat.
· Klien mau disapa dan menyapa.
· Klien mau bercerita pada perawat.
· Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
· Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
· Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
· Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
D. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menetapkan hubungan saling percaya.
b. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
c. Kenal dan dukung kelebihan pasien.
d. Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
e. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
g. Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
h. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.
i. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
j. Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
k. Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.
l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
m. Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.
E. Evaluasi
1. Evaluasi Diagnosa I
a) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.
b) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial.
2. Evaluasi Diagnosa II
a)Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
c) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi masalah.
3. Evaluasi Diagnosa III
a) Penyakit klien tidak kambuh lagi.
b)Klien dan keluarganya dapat memahami cara-cara perawatan klien di rumah.
c) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.
d)Klien dapat merawat dirinya secara kontinyu dan mandiri.
e) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
4. Evaluasi Diagnosa IV
a) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.
c) Berat badan meningkat.
5. Evaluasi Diagnosa V
a) Harga diri klien meningkat
b) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998 ).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.hal ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari lingkungannya,yang disebabkan dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional.
B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah Sakit sangat bergantung pada kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila tidak adanya suatu hubungan yang baik antara sesama anggota dan klien maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam Asuhan Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan dengan efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter yang berbeda dari setiap klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam memberikan Asuhan Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar. Tentunya dengan melibatkan keluarga klien maka kesembuhan klien akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tanpa melibatkan anggota keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998
http://atiners.wordpress.com/2010/01/29/asuhan-keperawatan-klien-dengan-gangguan-hubungan -sosial//
MATARAM
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E. Atas berkat dan rahmatnya makalah tentang asuhan keperawatan gangguan hubungan sosial ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pembaca yang budiman dan harapan kami atas selesainya makalah ini tak lain adalah agar para pembaca mendapatkan pengetahuan yang baru dan informasi yang lebih luas khususnya tentang asuhan keperawatan gangguan hubungan sosial.
kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang kami miliki dalam menyusun makalah ini, masih banyak kekurangan, kelemahan, dan ketidak sempurnaannya, baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………..
B. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………..
C. Manfat Penulisan………………………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian…………………………………
B. Rentang respon sosial …………………………………………………
C. Penyebab ……………………………………….
D. Tanda dan gejala ……………………………………………
E. Mekanisme koping………………………………………
F. Masalah keperawatan………………………………………
G. Komplikasi........................................................................
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
A. Pengkajian…………………………………………………………………….
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….
C. Intervensi Keperawatan………………………………………………………
D. Implementasi Keperawatan…………………………………………………..
E. Evaluasi……………………………………………………………………….
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..….
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun prilaku. Di Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa.
Klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya tidak hanya mengalami masalah fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu dan tidak berguna disertai keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasa kekhawatiran dan ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi gengan kurangnya waktu petugas kesehatan ( perawat dan dokter ) untuk mengonfirmasikan kondisi klien kepada anggota keluarga klien. Klien dan keluarga sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberi informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih ansietas, takut, marah, prestasi, tidak berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa klien adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara komperhensif kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera mungkin dapat berperan serta sehingga “self-care” (perawatan diri) dan “family support” (dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan rehabilitatif (pemulihan keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), kuratif, promotif (seluruh kerja dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu aspek yang dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan gangguan hubungan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan hubungan social atau menarik diri.
2. Tujuan khusus :
a) Mampu menjelaskan pengertian gangguan hubungan social atau menarik diri.
b) Mampu menjelaskan rentang respon pada gangguan hubungan sosial.
c) Mampu menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan hubungan sosial.
d) Mampu menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan hubungan sosial.
e) Mampu mengkaji pada klien gangguan hubungan sosial.
f) Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan hubungan sosial.
D. MANFAAT
Dapat mengetahui penjelasan mengenai pada gangguan hubungan sosial yang meliputi Definisi, etiologi, faktor predisposisi, faktor presipitasi, Manifestasi Klinis, Patofisiologi ( Pohon Masalah), Pencegahan dan Pengobatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial. Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan yaitu hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Individu tidak mampu memenuhi kebutuhan tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungaN interpersonal (Teguh, 2009)
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998) dan ada juga pendapat yang mengemukakan bahwa isolasi social merupakan pengabaian hubungan interpersonal, Individu tidak mempunyai keinginan untuk berinteraksi sosial dan lebih senang melakukan aktivitas soliter/menyendiri (Copel, 2007)
Isolasi sosial adalah terjadinya pemutusan proses hubungan terkait erat dengan dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan kurangnya peran serta respon lingkungan yang negatif. Kondisi dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindari dari orang lain (rasa tidak percaya dengan orang lain). Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga pasien jadi pasif dan berkepribadian kaku,pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri,semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998)
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan berpartisipasi dalam kuantitas dan kualitas tidak efektif dari pertukaran sosial. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif atau mengancam dirinya (Townsend, 2011)
Penarikan diri (withdrawl) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung/ isolasi sosial (Depkes, 1989).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikiran dan perasaannya (Rawlins, 1993).
Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan berinteraksi secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian berusaha untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman dengan berbagai respon. Respon yang terjadi dapat berada pada rentang adaptif sampai maladaptif (Stuart, 2006).
B. Rentang Respon Sosial
Rentang Respon Sosial
Respon adaptif ResponMaladaptif
Solitut Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan
Sumber : (Stuart, 2006)
Keterangan dari rentang respon sosial
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh norma masyarakat. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respon ini meliputi :
1. Solitude (menyendiri)
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
2. Autonomy atau otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Mutuality atau kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Interdependen atau saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan, saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik Diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.
7. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa kepada orang lain.
8. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman, dan miskin penilaian.
9. Narsisisme
Respon sosial ditandai dengan Individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapat penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
10. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
C. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat menciderai diri sendiri (Carpenito, 2006). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya menarik diri, adapun faktor tersebut antara lain:
1. Factor predisposisi
Faktor predisposisi pada gangguan isolasi sosial menarik diri yaitu (Teguh, 2009):
a. Faktor perkembangan
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dari orang tua akan memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya
b. Faktor Biologis
Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial. Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbic di duga menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia terdapat gambaran struktur otak yang abnormal: otak atrofi, perubahan ukuran dan bentuk sel limbic di daerah kortikal.
c. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada klien lansia, cacat, dan penyakit kronis yang disingkirkan dari lingkungan.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
2. Faktor Presipitasi
a.stressor sosial budaya
Adalah stress yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
b. Stressor Psikologis
Adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.
D. Tanda Dan Gejala
Isolasi sosial yaitu menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut : sedih,afek tumpul, menjadi tidak komunikatif, kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus, asyik dengan pikirannya sendiri, disfungsi interaksi dengan teman sebaya, keluarga, atau orang lain (Townsend, 1998)
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi ansietas yang sering digunakan adalah regresi, represi, dan isolasi. Individu yang mempunyai respon sosial maladaptif berupaya menggunakan berbagai mekanisme koping yang berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubungan :
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial yaitu proyeksi, splitting ( pemisahan ), merendahkan orang lain.
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian yaitu splitting ( pemisahan ), formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain, dan identifikasi proyektif (Stuart, 2006).
F. Masalah Keperawatan (Keliat, 2009)
a. Kerusakan interaksi sosial
b. Tidak efektifnya koping individu
c. Potensial kambuh kembali penyakitnya
d. Kurangnya perawatan diri
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
f. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
halusinasi
POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
E. Komplikasi
a. kebutuhan fisiologi dan biologis
· nutrisi : menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
· istirahat dan tidur : melamun dan timbul kecemasan, dan gelisah menyebabkan gangguan tidur
· eleminasi : kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan konstipasi
· aktivitas sehari –hari : keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
· seksual : sulit mengekspresikan keinginan membina hubungan lawan jenis
b. Kebutuhan rasa aman
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulakn adalah gangguan rasa aman.
c. Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.
d. Kebutuhuan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi, dan tidak berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri..
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien denga gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan kultural. Data yang akan muncul pada klien isolasi sosial pada data subjektif dapat ditemukan klien mengatakan malas berinteraksi, klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya, klien merasa tidak berguna. Pada data objektif akan timbul adalah klien terlihat menyendiri, klien tidak mau bercakap – cakap dengan orang lain, klien terlihat mondar-mandir tanpa tujuan, klien tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain, kontak mata kurang.
1. Faktor penyebab ( predisposisi )
a. Faktor perkembangan.Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan diri dari orang tua. Keluarga sering kali mempunyai peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif.
b. Faktor biologis.aktor genetik juga dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dallam perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
c. Faktor sosiokultural. Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok mayotritas. Harapan yang tidak realistik tehadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
2. Faktor pencetus ( presipitasi )
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan, uang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor pencetus dapat digolongkan dalam katagori :
a. stresor sosiokultural (Stres dapat ditimbulkan oleh Menurunnya stabilitas unit keluarga,Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya).
b. Stresor psikoligis (ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk mengetahui kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi)
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal. Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
4. Status mental
a) Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien selama wawancara.
b) Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
c) Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
d) Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
e) Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
f) Psiko sosial spiritual
· Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
· Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
· Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
C. Perencanaan keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
a) Tujuan jangka panjang
· Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
b) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
· Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
· Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok
c) Kriteria hasil
Dalam satu minggu:
· Klien mau berkenalan dengan perawat
· Klien mau tersenyum dengan perawat
· Klien mau menyapa dan disapa
· Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social
· Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
· Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
· Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
a)Tujuan jangka panjang
· Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
b)Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya
· Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif
· Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah
c)Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
· Klien mau mengenal perawat
· Klien mau disapa dan menyapa
· Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat: menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
· Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif: pengetahuan klien akan meningkat.
· Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
· Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
a) Tujuan jangka panjang
Penyakit klien tidak kambuh lagi.
b) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya
· Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
· Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapetik bertambah.
c) Kriteria evaluasi.
Dalam waktu satu minggu:
· Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
· Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
· Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
· Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga: agar terbina hubungan saling percaya.
· Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh: dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
· Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
1) Tujuan jangka panjang
· Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2) Tujuan jangka pendek
· Terbinanya hubungan saling percaya.
· Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
· Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
· Klien berminat untuk makan.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
· Klien mau berkenalan
· Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
· Porsi makan yang disediakan habis.
· Berat badan klien bertambah.
4) Intervensi and rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya: untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga klien mampu mengungkapkan perasaannya.
· Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
· Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien untuk makan.
· Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien makan makanan tersebut.
· Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
a) Tujuan jangka panjang
· Harga diri klien meningkat.
b) Tujuan jangka pendek
· Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
· Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
· Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
· Rasa percaya diri klien meningkat.
c) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu
· Klien mau mengenal perawat.
· Klien mau disapa dan menyapa.
· Klien mau bercerita pada perawat.
· Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
d) Intervensi dan rasional
· Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
· Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
· Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
· Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
D. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menetapkan hubungan saling percaya.
b. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
c. Kenal dan dukung kelebihan pasien.
d. Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
e. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
g. Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
h. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.
i. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
j. Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
k. Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.
l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
m. Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.
E. Evaluasi
1. Evaluasi Diagnosa I
a) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.
b) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial.
2. Evaluasi Diagnosa II
a)Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
c) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi masalah.
3. Evaluasi Diagnosa III
a) Penyakit klien tidak kambuh lagi.
b)Klien dan keluarganya dapat memahami cara-cara perawatan klien di rumah.
c) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.
d)Klien dapat merawat dirinya secara kontinyu dan mandiri.
e) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
4. Evaluasi Diagnosa IV
a) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.
c) Berat badan meningkat.
5. Evaluasi Diagnosa V
a) Harga diri klien meningkat
b) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998 ).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.hal ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari lingkungannya,yang disebabkan dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional.
B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah Sakit sangat bergantung pada kerjasama antar Perawat itu sendiri. Apabila tidak adanya suatu hubungan yang baik antara sesama anggota dan klien maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam Asuhan Keperawatan yang diberikan. Agar kinerja dalam keperawatan berjalan dengan efektif maka seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter yang berbeda dari setiap klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam memberikan Asuhan Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar. Tentunya dengan melibatkan keluarga klien maka kesembuhan klien akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tanpa melibatkan anggota keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998
http://atiners.wordpress.com/2010/01/29/asuhan-keperawatan-klien-dengan-gangguan-hubungan -sosial//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar